Kamu Mesti Tau, AmalMu Habis, Dosa Orang Kamu Tanggung, Inilah Bahaya daripada dosa Ghibah Yang Jarang Orang Ketahui
Siang dan malam setan tak pernah bosan untuk menggoda manusia. Tak bisa menggunakan cara ini, dia mencari cara lain untuk bisa melumpuhkan benteng ketakwaan seorang hamba. Imajinasi untuk mencari ide-ide baru, guna menjerumuskan manusia ke dalam nista dan dosa, selalu bergerak dan berkembang.
Sebagai contoh adalah, salah satu jerat setan yang dinamakan ghibah. Ternyata banyak model ghibah yang sering terjadi dan tidak disadari. Padahal sejatinya itu adalah dosa ghibah. Hanya saja dipoles lebih halus dan kreatif, sehingga tidak disadari sebagai ghibah.
Padahal kita tahu, betapa besar bahaya daripada dosa ghibah ini. Disamping menginjak-injak harga diri saudaranya sesama muslim tanpa hak, juga akan menjadi beban berat di hari kiamat kelak (bila orang yang dighibahi tidak memaafkan).
Di saat sedikit pahala amat dibutuhkan untuk menambah beratnya timbangan amal kebaikan, tiba-tiba datang orang yang pernah Anda ghibahi, kemudian dia menuntut untuk mengambil pahala kebaikan Anda, sebagai tebusan atas kezaliman yang pernah Anda lakukan kepadanya. Bila amalan kebaikan tidak mencukupi sebagai tebusan, maka amalan buruknya akan dibebankan kepada Anda. –Na’udzu billah min dzaalik-.
Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“ 𝘚𝘪𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘱𝘦𝘳𝘯𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘻𝘢𝘭𝘪𝘮𝘪 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘶𝘱𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘰𝘥𝘢𝘪 𝘬𝘦𝘩𝘰𝘳𝘮𝘢𝘵𝘢𝘯 (𝘴𝘦𝘱𝘦𝘳𝘵𝘪 𝘨𝘩𝘪𝘣𝘢𝘩. 𝘱𝘦𝘯𝘵) 𝘢𝘵𝘢𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘢𝘵𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘫𝘢𝘥𝘪 𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘯𝘺𝘢, 𝘩𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘯𝘺𝘢 𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘯𝘵𝘢 𝘬𝘦𝘩𝘢𝘭𝘢𝘭𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘻𝘢𝘭𝘪𝘮𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘳𝘴𝘦𝘣𝘶𝘵 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘪𝘯𝘪. 𝘚𝘦𝘣𝘦𝘭𝘶𝘮 𝘵𝘪𝘣𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘪𝘢𝘮𝘢𝘵 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘢𝘯𝘧𝘢𝘢𝘵 𝘭𝘢𝘨𝘪 𝘥𝘪𝘯𝘢𝘳 𝘥𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘩𝘢𝘮. 𝘗𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘢𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶 𝘣𝘪𝘭𝘢 𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘱𝘶𝘯𝘺𝘢𝘪 𝘢𝘮𝘢𝘭 𝘴𝘩𝘢𝘭𝘪𝘩 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘴𝘦𝘶𝘬𝘪𝘳𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘻𝘢𝘭𝘪𝘮𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘢 𝘱𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘵. 𝘉𝘪𝘭𝘢 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘢𝘮𝘢𝘭 𝘬𝘦𝘣𝘢𝘪𝘬𝘢𝘯, 𝘮𝘢𝘬𝘢 𝘬𝘦𝘣𝘶𝘳𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘢𝘶𝘥𝘢𝘳𝘢𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢𝘮𝘣𝘪𝘭 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘣𝘦𝘣𝘢𝘯𝘬𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘱𝘢𝘥𝘢𝘯𝘺𝘢.” (HR. Bukhari no. 2449, hadis Abu Hurairah).
Anda bisa bayangkan, betapa ruginya. Anda yang susah payah beramal, namun orang lain yang memetik buahnya. Orang lain yang berbuat dosa, sedang Anda yang merasakan pahitnya. Dan Allah tidak pernah berbuat zalim sedikitpun terhadap hambaNya.
Namun ini adalah disebabkan kesalahan manusia itu sendiri. Ini dalil betapa tingginya harkat martabat seorang muslim, dan betapa besar bahaya daripada dosa ghibah.
Apakah hadis ini mengisyaratkan adanya pertentangan dengan ayat,
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَى
“ Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain” (QS. Fathir: 18)
Jawabannya adalah, sebagaimana dijelaskan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fathul Baari, tidak ada sedikitpun pertentangan antara hadis tersebut dengan ayat. Karena sejatinya, dia medapatkan hukuman seperti itu karena disebabkan oleh perbuatan dosanya sendiri, bukan karena dosa orang lain yang dibebankan kepadanya begitu saja.
Jadi, pahala kebaikan yang dikurangi, dan keburukan orang lain yang dibebankan kepadanya, sejatinya adalah bentuk dari akibat dosa dia sendiri. Dan ini adalah bukti akan keadilan peradilan Allah ta’ala. (Lihat: Fathul Bari jilid 5, hal. 127)
Dalam hadis lain, Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan,
لَمَّا عُرِجَ بِيْ, مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَظْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمِشُوْنَ وُجُوْهَهُمْ وَ صُدُوْرَهُمْ فَقُلْتُ : مَنْ هَؤُلآء يَا جِبْرِيْلُِ؟ قَالَ : هَؤُلآء الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ لُحُوْمَ النَّاسَ وَيَقَعُوْنَ فِيْ أَعْرَاضِهِمْ
“ Ketika aku dinaikkan ke langit, aku melewati suatu kaum yang memiliki kuku-kuku dari tembaga. Mereka melukai (mencakari) wajah-wajah mereka dan dada-dada mereka. Aku bertanya :”Siapakah mereka wahai Jibril?” Jibril menjawab :”Mereka adalah orang-orang yang memakan daging-daging manusia ( mengumpat ) dan mereka menginjak-injak kehormatan manusia.” (Hadis Sohih Riwayat Ahmad (3/223), Abu Dawud (4879).
𝗕𝗲𝗯𝗲𝗿𝗮𝗽𝗮 𝗺𝗼𝗱𝗲𝗹 𝗴𝗵𝗶𝗯𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗿𝘀𝗲𝗹𝘂𝗯𝘂𝗻𝗴
𝗠𝗼𝗱𝗲𝗹-𝗺𝗼𝗱𝗲𝗹 𝗴𝗵𝗶𝗯𝗮𝗵 𝘁𝗲𝗿𝘀𝗲𝗯𝘂𝘁 𝗮𝗱𝗮𝗹𝗮𝗵 :
Pertama, seorang menggunjing saudaranya untuk memeriahkan obrolan. Dia menyadari kalau ghibah ini tidak diteruskan, orang yang dia ajak bicara akan bosan, obrolan menjadi hambar.
Untuk itu, dia jadikan ghibah sebagai pemeriah obrolan. Agar lebih manis dan tahan lama obrolannya. Barangkali dia berkilah untuk memupuk keakraban dan membahagiakan saudaranya (yang sedang dia ajak ngobrol).
Kedua, mengumpat saudaranya di hadapan orang lain, untuk mengesankan bahwa dirinya adalah orang yang tidak suka ghibah, padahal sejatinya dia sedang menghibahi saudaranya.
Sebagai contoh perkataan ini,” Bukan tipe saya suka ngomongin aib orang. Saya nda’ biasa ngomongin orang kecuali yang baiknya saja. Cuma, saya ingin berbicara tentang dia apa adanya… Sebenarnya dia itu orangnya baik. Cuma yaa itu.. dia itu begini dan begini (dia sebutkan kekurangannya).”
Padahal sejatinya bermaksud untuk menjatuhkan harga diri saudaranya yang ia umpat. Sungguh ironi, apakah dia kira Allah akan tertipu dengan tipu muslihat yang seperti ini, sebagaimana ia telah berhasil menipu manusia?!
Maha suci Allah dari sangkaan ini.
Ketiga, menyebutkan kekurangan saudaranya, dengan niatan untuk mengangkat martabatnya dan merendahkan kedudukan orang yang dia ghibahi.
Seperti perkataan seorang, “Dari kelas satu SMA sampai kelas tiga, rapornya selalu merah. Kalau saya alhamdulillah, walaupun ngga pernah rangking satu, tapi masuk tiga besar terus.”
Padahal ada maksud terselubung dari ucapan itu. Yaitu untuk mengangkat martabatnya dan menghinakan kedudukan orang lain. Orang yang seperti ini sudah jatuh tertimpa tangga pula; dia sudah melakukan ghibah, disamping itu, dia juga berbuat riya’.
Keempat, ada lagi yang mengumpat saudaranya karena dorongan hasad. Setiap kali ada orang yang menyebutkan kebaikan saudaranya, diapun berusaha untuk menjatuhkannya dengan menyebutkan kekurangan-kekurannya.
Orang seperti ini telah terjurumus ke dalam dua dosa besar sekaligus; dosa ghibah dan dosa hasad.
Kelima, menyebutkan kekurangan orang lain, untuk dijadikan bahan candaan. Dia sebutkan aib-aib saudaranya, supaya orang-orang tertawa.
Dan lebih parah lagi, bila yang dijadikan bahan candaan adalah kekurangan guru atau ustadznya. -Nas alullah as-salaamah wal ‘aafiyah-.
Keenam, terkadang ghibah juga muncul dalam bentuk ucapan keheranan, yang terselebung motif menjatuhkan kedudukan orang lain. Semisal ucapan,”saya heran sama dia.. dari tadi dijelaskan oleh ustadznya tapi tidak faham-faham.” atau ucapan lainnya yang semisal.
Ketujuh, mengumpat dengan ungkapan yang seakan-akan mengesankan rasa kasihan. Orang yang mendengarnya menyangka bahwa dia sedang merasa kasihan dengan orang yang ia maksudkan. Padahal sejatinya dia sedang mengumpat saudaranya. Seperti ucapan,” Saya kasihan sama dia. Sudah miskin, tapi tidak mau ikut gotong royong. Kalau ada pengajian juga nda’ pernah datang.. dst”
Kedelapan, mengumpat saat sedang mengingkari suatu maksiat.
Seperti perkataan seorang ketika melihat anak-anak muda yang sedang main gitar di poskamling, “Kalian ini masih muda. Gunakanlah waktu kalian untuk hal-hal yang bermanfaat dan produktif. Supaya masa depan kalian lebih cerah, dan kalian bisa memetik buah manisnya nanti di masa tua. Jangan seperti anaknya pak lurah itu, kerjaannya hanya main kartu, gitaran, minum-minuman….” atau ucapan yang semisal.
Sejatinya pemaparan poin-poin di atas, merujuk kepada pengertian asal daripada ghibah, yang telah digariskan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam dalam sabda beliau,
Saudaraku yang kami muliakan, demikianlah beberapa praktek ghibah yang sering terjadi dan tidak disadari. Padahal sejatinya ia adalah ghibah yang telah disinggung oleh Nabi shallallahu’alaihiwasallam dalam sabda beliau,
مَا الْغِيْبَةُ ؟ قَالُوْا : اللهُ وَ رَسُوْلُهُ أَعْلَمُ، قَالَ : ذِكْرُكَ أَخَاكَ بِمَا يَكْرَهُ، فَقِيْلَ : أَفَرَأَيْتَ إِنْ كَانَ فِيْ أَخِيْ مَا أَقُوْلُ ؟ قَالَ : إِنْ كَانَ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدِ اْغْتَبْتَهُ, وَ إِنْ لَمْ يَكُنْ فِيْهِ مِا تَقُوْلُ فَقَدْ بَهَتَّهُ
“ Tahukah kaliana apa itu ghibah?”tanya Rasulullah kepada para sahabatnya. Sahabat menjawab : Allah dan Rosul-Nya yang lebih mengetahui. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : “Yaitu engkau menyebutkan (mengumpat) sesuatu yang tidak disukai oleh saudaramu”, Kemudian ada yang bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,”Bagaimanakah pendapat engkau bila yang disebutkan itu memang benar ada padanya ? Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Kalau memang ia benar begitu berarti engkau telah mengumpatnya. Tetapi jika apa yang kau sebutkan tidak benar maka berarti engkau telah berdusta atasnya.” ( HR Muslim no 2589, Abu Dawud no 4874, At-Tirmidzi no 1999.
𝗦𝗲𝗺𝗼𝗴𝗮 𝗔𝗹𝗹𝗮𝗵 ‘𝗮𝘇𝘇𝗮 𝘄𝗮 𝗷𝗮𝗹𝗹𝗮 𝗺𝗲𝗻𝘆𝗲𝗹𝗮𝗺𝗮𝘁𝗸𝗮𝗻 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗱𝗼𝘀𝗮 𝗶𝗻𝗶. 𝗗𝗮𝗻 𝘀𝗲𝗻𝗮𝗻𝘁𝗶𝗮𝘀𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗮𝗺𝗯𝗮𝗵𝗸𝗮𝗻 𝘁𝗮𝘂𝗳𝗶𝗸 𝗱𝗮𝗻 𝗵𝗶𝗱𝗮𝘆𝗮𝗵𝗡𝘆𝗮 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗸𝗶𝘁𝗮 𝘀𝗲𝗺𝘂𝗮.
𝗪𝗮𝘀𝗮𝗹𝗹𝗮𝗹𝗹𝗮𝗵𝘂 ‘ 𝗮𝗹𝗮 𝗻𝗮𝗯𝗶𝘆𝘆𝗶𝗻𝗮 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗺𝗺𝗮𝗱 𝘄𝗮 ‘ 𝗮𝗹𝗮 𝗮𝗹𝗶𝗵𝗶 𝘄𝗮 𝘀𝗵𝗮𝗵𝗯𝗶𝗵𝗶 𝘄𝗮𝘀𝗮𝗹𝗹𝗮𝗺.
Belum ada Komentar untuk "Kamu Mesti Tau, AmalMu Habis, Dosa Orang Kamu Tanggung, Inilah Bahaya daripada dosa Ghibah Yang Jarang Orang Ketahui"
Posting Komentar