ADSENSE1

Mengarah Kepidana, Logo Halal Baru yang Dilucurkan Kemenag Terbaca Halaaka Yang Artinya Malapetaka

 

sumber foto : unikpost

Logo halal Kementerian Agama (Kemenag) yang baru saja diluncurkan terus menuai kontroversi. Bukan saja dianggap terjerumus dalam kearifan lokal budaya Jawa, tak mencermikan keislaman, tapi juga mengarah ke pidana.

Alasannya, logo baru itu tidak terbaca halal, tapi halaaka yang berarti malapetaka. "Kalau halaaka artinya itu malapetaka dan ini masuk penistaan," kata Ketua Law Enforcement Watch (LEW) Hudy Yusuf, Senin (14/3/2022) kepada JPNN.

Hudy mengatakan, label halal baru itu tidak penting dibuat seperti lambang wayang jika artinya salah. "Lam dan Kaf itu memiliki arti yang berbeda dalam tulisan halal. Coba baca google atau tanya ahli," katanya.

Pengacara yang pernah menangani kasus Guntur Bumi ini pun mempertanyakan sosok yang membuat logo halal baru tersebut. "Itu kesengajaan atau kurang wawasan? Kalau kurang wawasan seyogianya belajar atau konsultasikan dahulu dengan ahlinya sebelum dipublikasi," ujarnya.

Hudy Yusuf juga mengatakan bahwa pembuat label halal tersebut bisa dikenakan pasal penistaan agama. "Kalau memang ada unsur kesengajaan masuk dalam penistaan," tutur Hudy.

Dia pun menyayangkan adanya kekeliruan dalam membuat label halal, padahal Indonesia merupakan negara yang mayoritas muslim. "Jika menulis halal saja salah bagaimana nanti menguji halal haram suatu produk," kata Hudy. Meski demikian, dia menyarankan masyarakat yang resah karena masalah tersebut untuk menahan diri.

"Saya bilang selesaikan dahulu dengan kekeluargaan atau tabayun. Jangan sebentar-sebentar lapor polisi," ujarnya.

Ahli Al-Quran Bandingkan Logo Halal Baru Kemenag dengan Sertifikat MUI

Logo halal Indonesia yang mulai berlaku 1 Maret 2022 menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat. Tim Penulis Al-Qur’an Mushaf Banten Ahmad Tholabi Kharlie, ikut memberikan tanggapan terkait logo halal tersebut.

Logo berupa tulisan arab berbunyi ‘Halal’ yang didesain membentuk gunungan wayang dengan corak surjan serta disertai logotype ‘Halal Indonesia’ ini baru saja dirilis Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag.

Menurut Ahmad Tholabi Kharlie, logo halal yang baru menggunakan khat Kufi. Khat ini memang tidak ditujukan untuk kepentingan baca tulis, tetapi lebih pada kepentingan estetis. Oleh karena itu, aspek keterbacaan atau kejelasan tulisan menjadi tidak dominan.

"Terlebih, ini digunakan untuk logo yang juga mempertimbangkan aspek kepantasan, keserasian, dan keindahan," ujar dia dikutip dari laman Kemenag, Senin (14/3/2022). Dia melanjutkan, sedangkan logo halal yang lama (sertifikat halal MUI) menggunakan jenis khat Naskhi. Khat yang fungsional tulis-baca.

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini menjelaskan, dari sisi kaidah khat maupun kaidah imla'i, tidak ada yang keliru dalam penulisan logo tersebut. Semua huruf tertulis lengkap, ada huruf ha', huruf lam-alif, dan huruf lam, tentu dalam bentuk atau model khat Kufi yang tidak rigid secara kaidah khat.

"Meskipun tidak sempurna untuk ukuran khat Kufi yang ideal," terang Tholabi yang juga pernah memimpin Tim Penulis Al-Qur'an Mushaf Banten.
Menurut dia, respons publik terhadap logo halal yang baru menjadi tantangan sekaligus kesempatan bagi BPJPH untuk makin masif menyosialisasikan hal itu kepada masyarakat secara luas.

Tholabi juga menjelaskan adanya perpindahan kewenangan sertifikasi halal dari MUI ke BPJPH. Hal itu menurutnya menjadi titik baru dalam menciptakan ekosistem halal di Indonesia sebagai negara berpenduduk muslim terbesar di dunia.

"Secara teori dan praksis, industri halal akan makin terkonsolidasi dengan baik yang ujungnya masyarakat dan pelaku industri makin baik," sebut Tholabi. Peran MUI, kata Tholabi yang juga anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, tetap dipertahankan dalam urusan penetapan kehalalan sebuah produk.

Salah besar jika membuat narasi bahwa MUI tidak lagi berperan dalam sertifikasi halal. Dalam Pasal 10 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja disebutkan BPJPH dan MUI melakukan kerja sama dalam penetapan kehalalan produk.
Lebih lanjut Tholabi menyebutkan dalam Pasal 33 UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ditegaskan tentang penetapan kehalalan produk dilakukan oleh MUI melalui sidang Fatwa Halal dengan paling lama selama 3 hari kerja.

"Ini saya kira kemajuan luar biasa, fatwa halal MUI dibunyikan dalam sebuah hukum negara yang mengikat semuanya," tegas pengajar Hukum Tata Negara ini.

Ketua Forum Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) se-Indonesia ini optimistis keberadaan BPJPH yang berpijak pada UU 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang disahkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta UU No 10 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja akan mendorong industri halal akan besar di Indonesia. "Mari seluruh pihak mengawal pelaksanaan aturan ini agar berjalan baik," pungkas Tholabi.

Ustadz Derry Sulaiman: Halal dan Haram Bukan Ditentukan Kemenag

Ustaz Derry Sulaiman, baru-baru ini mengungkapkan tudingannya soal logo halal baru yang menurutnya sengaja dibuat seperti wayang. Ia pun menyebut hal tersebut merupakan Jawanisasi logo halal. Derry Sulaiman bahkan menegaskan kepada Kementerian Agama jika Indonesia bukan Jawa.

Perlu diketahui, logo halal baru diresmikan oleh Kementerian Agama (Kemenag) di bawah naungan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas dan kabarnya ke depan logo halal tidak lagi di tangan Jalelis Ulama Indonesia (MUI), melainkan menjadi tanggung jawab Kemenag.

Logo halal baru juga diresmikan melalui lomba pembuatan design logo oleh Kemenag, logo halal itu akan segera menggantikan logo halal yang lama dari MUI.

Menanggapi kemunculan logo halal baru itu, Derry Sulaiman mengaku tiddak setuju dengan pengantian logo halal. Menurutnya, logo halal dibuat seperti wayang dan ia menduga hal tersebut adalah agenda jawanisasi Islam di Indonesia.
“Seperti dipaksakan itu dimirip-miripkan dengan simbol wayang,” ujar Derry Sulaiman dalam video yang diunggah channel youtube Derry Sulaiman And Sahabat, pada Minggu, 13 Maret 2022, dengan judul ‘Video Reaction! Logo Halal Baru’.

“Tentu akan menyenangkan hati orang Jawa ya, mungkin yang paham ini seperti sebuah agenda Jawanisasi logo halal,” ujar Derry Sulaiman melanjutkan.

“Menurut saya simbol wayang tidak mewakili Indonesia!,” ujar Derry Sulaiman melanjutkan.
Lebih lanjut, Derry Sulaiman berpendapat hukum halal dan haram harusnya ditentukan oleh ulama, bukan Kementerian Agama


Penulis : Nugroho Dwi Yanto via populis.id

Belum ada Komentar untuk "Mengarah Kepidana, Logo Halal Baru yang Dilucurkan Kemenag Terbaca Halaaka Yang Artinya Malapetaka"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

ADSENSE2

MGID Gadget Pintar

ADSENE3