Pahami Perbedaanya... Inilah Bedanya Ciri-Ciri Kredit yang Halal dan Yang Tidak di Bolehkan sesuai Syariat Islam
sumber foto : unit trust
Apa hukum kredit dalam islam ? Untuk memenuhi kebutuhan membeli barang yang harganya mahal, kredit adalah solusi yang paling cepat dan ekonomis. Dengan sistem pembayaran kredit, kita bisa membeli barang mahal seperti mobil, motor, hingga rumah walaupun pendapatan per bulan pas-pasan. Solusi mudah dari kredit memang mampu menggoda siapapun untuk bisa memiliki barang mahal dalam waktu cepat. Namun apakah praktek kredit ini dibenarkan dalam islam ?
Apa itu kredit ? Menurut undang-undang nomor 10 tahun 1998 kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan dan kesepakaran pinjam meminjam antara pemilik barang dengan pihak lain yang meminjam dan berjanji melunasi utangnya dalam waktu tertentu. Sederhananya, kredit adalah cara membeli barang dengan cara mengangsur.
hukum kredit dalam islam
Lamanya angsuran disepakati bersama dan untuk jumlah uang yang diangsur juga sesuai kesepakatan bersama. Walaupun lebih ekonomis namun harga barang yang dijual kredit jatuhnya selalu lebih mahal. Misalkan ada barang harganya Rp 10,000,000 lalu penjual menawarkan kepada pembeli untuk beli barang dengan cara mengangsur selama 12 bulan dengan biaya Rp 1,200,000/bulan. Jika total harga dihitung adalah Rp 14,400,000. Selisih harga barang secara kredit mencapai Rp 4,400,000. Lalu apakah ini dibolehkan dalam islam ?
Kredit diperbolehkan dalam islam karena bentuknya sama seperti hutang. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kita tidak terjebak dalam riba. Seperti apa ciri kredit yang halal ? Kredit yang halal atau diperbolehkan adalah kredit yang sifatnya langsung. Artinya transaksi langsung antara pemilik barang dan pembeli. Jenis kredit ini adalah yang dibenarkan sesuai syariat.
Dalil dibolehkannya kredit adalah dari ayat suci Al Quran, yaitu:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَىٰ أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ ۚ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ ۚ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ ۚ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا ۚ فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ ۚ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ ۖ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَىٰ ۚ وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا ۚ وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَىٰ أَجَلِهِ ۚ ذَٰلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَىٰ أَلَّا تَرْتَابُوا ۖ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا ۗ وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ ۚ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ ۚ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۖ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ ۗ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu’amalahmu itu), kecuali jika mu’amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah: 282)
Dan kemudian dalil dibolehkannya kredit adalah hadits Aisyah radhiallahu ‘anha berikut ini:
اشترى رسول الله صلى الله عليه و سلم من يهوديٍّ طعاماً نسيئةً ورهنه درعَه. متفق عليه
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli sebagian bahan makanan dari seorang yahudi dengan pembayaran dihutang, dan beliau menggadaikan perisai beliau kepadanya.
Hukum Kredit Melalui Perantara atau Bank
Kredit ada banyak caranya. Selain kredit antara penjual dan pembeli, ada juga yang namanya sistem kredit segitiga. Dalam sistem ini ada pihak ketiga yang menjadi perantara pembelian dan pembayaran barang yang dijual. Contohnya adalah Kita ingin beli motor di Dealer dengan harga Rp 16,000,000. Lalu Dealer menghubungi Bank untuk proses kredit. Setelah itu bank membayar motor tersebut dengan harga aslinya. Setelah dibeli, bank lalu menagih hutang motor dengan harga Rp 20,000,000 ke pembeli.
hukum kredit syariah
Untuk cara seperti di atas, jelas sekali bahwa ini adalah kredit yang sudah berubah menjadi praktek riba. Hukumnya jelas haram sesuai dalil berikut ini:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), penyetor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi riba (sekretaris) dan dua saksi yang menyaksikan transaksi riba.” Kata beliau, “Semuanya sama dalam dosa. (HR. Muslim, No. 1598)
Kenapa praktek kredit segitaga dianggap haram ? Karena barang yang dimiliki oleh Bank tidak dimiliki oleh Bank. Sebagai buktinya, surat-surat kelengkapan motor pastinya tidak ditulis atas nama bank, melainkan atas nama kita sendiri. Lalu bagaimana solusinya ? Maka yang lebih baik adalah dengan mekanisme kredit pertama, yaitu pembeli langsung mengajukan kredit ke penjual atau si pemiliki barang.
Ciri Kredit yang Halal dan Sesuai Syariat
Hukum kredit dalam islam diperbolehkan selama akad jual beli dilakukan langsung oleh penjual atau pemilik barang dan pembeli. Namun dalam melakukan kredit, ada beberapa hal yang harus kamu perhatikan supaya tidak terjebak dalam jerat riba. Berikut ini ciri atau kriteria kredit yang dibolehkan dalam agama islam.
Barang dikredit bukan termasuk barang riba, yaitu: uang, emas dan perak, jemawut, kurma, gandum, garam, dan bahan makanan sejenisnya. Barang-barang jenis ini harus dijual dan dibeli secara tunai. Dalilnya adalah hadits nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berikut ini:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ رباً إلا مِثْلًا بِمِثْلٍ ويَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَد
Menukarkan emas dengan emas, perak dengan perak, gandum burr dengan gandum burr, gandum sya’ir dengan gandum sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam adalah termasuk akad riba, kecuali dengan dua syarat: sama ukurannya dan dilakukan secara tunai (cash). Namun, Jika jenisnya berbeda (dan masih dalam satu kelompok) maka tukarlah sekehendakmu dengan satu syarat, yaitu harus diserahkan secara tunai. (HR Muslim, No. 1587)
Barang yang dikredit adalah milik sendiri. Barang yang boleh dijual secara kredit adalah barang yang dimiliki sendiri oleh si penjual. Untuk kendaraan, surat tanda kepemilikan harusnya miliki penjual. Ketentuan ini juga dijadikan dalil untuk mengharamkan penjualan sistem dropshipping karena pengirim dilakukan seller pertama, dan penjual hanya sebagai perantara.
Ini bisa menimbulkan kerugian pada pembeli karena membeli barang yang tidak diketahui kondisinya oleh si penjual. Besarnya jumlah angsuran harus jelas. Inilah yang membuat hukum kredit rumah oleh bank konvensional dianggap haram karena angsuran bisa saja berubah sewaktu-waktu karena mengikuti suku bunga. Kredit yang dibenarkan harus jelas berapa besar uang yang harus dibayar pembeli setiap bulannya.
Waktu Pembayaran Angsuran Jelas. Namanya transaksi hutang harus jelas kapan mulai dan juga berakhirnya. Oleh karena itu, penjual dan pembeli harus tahu kapan harus meminta hak dan juga menyelesaikan kewajibannya.
hukum kredit dalam islam
Jika pembayaran terlambat, tidak boleh ada denda. Ciri khas riba adalah denda yang diberikan kepada pembeli ketika telat membayar setiap bulan. Oleh karena itu, hindari terjerumus riba yang termasuk dosa besar. Jika ada keterlambatan pembayaran, penjual dan pembeli harus musyawarah untuk menentukan jalan terbaik bagi kedua belah pihak.
Kenaikan harga tidak boleh berlebihan, misalnya mematok harga kredit 2 kali lipat lebih mahal dari harga barang aslinya. Hal ini tentu akan merugikan pembeli dan menzalimi orang lain.
Pastikan terjadi akad jual beli. Kredit termasuk transaksi jual beli secara hutang. Oleh karena itu, harus ada kesepatakan atau akad jual beli antara dua belah pihak. Yang termasuk dalam akad jual beli kredit adalah besar angsuran dan waktu pembayaran angsuran secara jelas.
Itulah 7 ciri kredit yang sesuai dengan syariat islam. Hukum kredit islam diperbolehkan asalkan kredit dilakukan oleh penjual dan pembeli tanpa perantara. Dalam melakukan kredit harus berhati-hari karena bisa saja terjebak dalam riba yang merupakan dosa besar.
Penulis : Admin Islamkita via islamkita.co
Belum ada Komentar untuk "Pahami Perbedaanya... Inilah Bedanya Ciri-Ciri Kredit yang Halal dan Yang Tidak di Bolehkan sesuai Syariat Islam"
Posting Komentar