SULIT MELEPASKAN dan Terus Berbuat MAKSIAT .. ?? Inilah JAWABAN Untuk Mu yang sangat Susah Meninggalkan Maksiat
Kekuatan hati dalam diri seseorang yang mencegah dan melarangnya untuk berbuat segala bentuk kesalahan dan kemaksiatan disebut 'ismah. Para nabi dan rasul mempunyai keberpihakan kepada kebenaran yang sangat kuat sehingga mereka jarang berbuat maksiat.
Namun, sebagai manusia, mereka tidak terbebas dari kekhilafan. Nabi Adam, misalnya, tergoda bujuk rayu iblis untuk mencicipi buah khuldi atau Nabi Yunus yang tercela karena lari meninggalkan kaumnya seperti diinformasikan oleh Allah SWT dalam surah Assaffaat ayat 142: ''Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela.''
Mencegah kemaksiatan bisa diasah dengan selalu mendekatkan diri kepada Allah dan berusaha sungguh-sungguh untuk selalu melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Manusia dikaruniai oleh Allah akal budi dan hati nurani. Kecenderungan setiap orang atau fitrah seseorang adalah berpihak kepada hati nurani karena hati nurani akan memberikan tanda yang selalu berkiblat pada kebenaran.
Ini adalah fitrah yang dimiliki oleh setiap insan ciptaan Allah. Jadi, sejatinya setiap manusia mempunyai kecenderungan kepada kebenaran yang diwakili oleh hati nurani.
Persoalannya sekarang adalah seberapa kuat komitmen seseorang untuk jujur dan berpihak kepada hati nuraninya, sehingga apa yang dilakukannya selalu yang diridhai oleh Allah SWT? Di sinilah perlunya tuntunan agama dalam kehidupan seseorang.
Salah dan khilaf adalah ciri manusia ciptaan Allah. Hanya Allah yang Mahasempurna. Oleh sebab itu, ampunan dan kasih sayang Allah melebihi salah dan khilaf yang diperbuat manusia.
Kecenderungan untuk selalu berjalan di atas rel yang telah Allah tentukan harus secara terus-menerus dipelihara, dikokohkan, dan diimplementasikan dalam segala jenis aktivitas walau tanpa disadari kesalahan-kesalahan kecil sering terjadi.
Sesaat saja manusia tidak ingat akan Allah, itu sudah kekhilafan, apalagi sampai melakukan perbuatan yang bertentangan dengan fitrah dan hati nuraninya.
''Yaitu, orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Tuhanmu Mahaluas Ampunan-Nya dan Dia lebih mengetahui tentang keadaanmu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu, maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.'' (QS An-Najm [53]: 32).
Imam Al-Ghazali menawarkan tips bagi seseorang yang menyadari perbuatan maksiatnya. Ia memberikan jalan kepada orang sering kali tidak berdaya untuk melepaskan diri dari maksiat sehingga ia terus mengulang perbuatan maksiatnya.
Imam Al-Ghazali menganjurkan setiap orang untuk melakukan muhasabah atau introspeksi diri. Ia berpesan kepada terutama orang terlebih orang yang berat atau mengalami kesulitan untuk berhenti dari perbuatan maksiatnya agar tidak berhenti melakukan muhasabah atau introspeksi diri.
Menurut Imam Al-Ghazali, muhasabah atau introspeksi diri adalah langkah awal dan terus menerus yang harus dilakukan. Muhasabah atau introspeksi diri perlu ditingkatkan oleh orang yang tidak jera dari perbuatan maksiat meski berkeinginan untuk berhenti.
Bagi mereka yang ingin berhenti dari perbuatan maksiat tetapi terus terjerembab dalam kubangan dosa yang sama, Imam Al-Ghazali menganjurkan agar mereka meningkatkan dan menjaga muhasabah atau introspeksi diri.
مهما حاسب نفسه فلم تسلم عن مقارفه معصية وارتكاب تقصير في حق الله تعالى فلا ينبغى أن يهملها فإنه أن اهملها سهل عليه مقارفة المعاصي وأنست بها نفسه وعسر عليه فطامها وكان ذلك بسبب هلاكها
Artinya, “Setiap kali selesai bermuhasabah atau berintrospeksi diri, dan dirinya tidak juga selamat dari perbuatan maksiat serta pelanggaran kelalaian pada hak Allah, maka ia seyogianya tidak melepas liar dirinya. Jika ia membiarlepaskan dirinya, niscaya ia akan semakin ringan dalam bermaksiat; dirinya merasa nyaman dengan kemaksiatan; dan ia makin sulit meninggalkannya. Itu juga yang menjadi sebab kebinasaannya,” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M], juz IV, halaman 420).
Imam Al-Ghazali menganjurkan mereka untuk melakukan muhasabah atau introspeksi diri setiap waktu, bahkan setiap tarikan nafas, serta setiap kali perbuatan maksiat lahir dan batinnya dilakukan. (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/420).
Imam Al-Ghazali mengajak orang yang tidak juga berhenti dari maksiat untuk membayangkan pada setiap kali berbuat maksiat sebuah batu dilemparkan ke rumahnya. Bukankah dalam waktu singkat saja rumah itu akan penuh oleh batu? Tetapi banyak orang yang terus menerus mengulangi perbuatan maksiatnya memandang remeh maksiat. Sedangkan kedua malaikat pencatat amal tidak pernah akan lalai.
أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ ۚ وَاللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
Artinya, “Allah mencatat amal perbuatan itu, sedangkan mereka telah melupakannya. Allah maha menyaksikan segala sesuatu,” (Surat Al-Mujadilah ayat 6).
Bagi mereka yang ingin berhenti dari perbuatan maksiat tetapi tidak berdaya untuk menghentikan perbuatan maksiatnya, Imam Al-Ghazali menganjurkan agar mereka menghukum dirinya.
Jika mengonsumsi sesuap makanan syubhat, kata Imam Al-Ghazali, mereka harus menghukumnya dengan lapar dalam jangka waktu tertentu. Jika sempat memandang lawan jenis yang bukan mahram, maka mereka dapat menutup sementara waktu matanya sebagai bentuk sanksi. Demikian juga berlaku pemberian sanksi bagi anggota tubuh lainnya.
Imam Al-Ghazali menawarkan tips ini bagi mereka yang sulit berhenti dari perbuatan maksiatnya. Demikian, kata Imam Al-Ghazali, jalan yang ditempuh orang-orang saleh terdahulu yang menaruh perhatian pada kehidupan akhiratnya. (Imam Al-Ghazali, 2018 M: IV/421). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)
penulis : Ihsan M Rusli via republika & uninus.ac.id
Belum ada Komentar untuk "SULIT MELEPASKAN dan Terus Berbuat MAKSIAT .. ?? Inilah JAWABAN Untuk Mu yang sangat Susah Meninggalkan Maksiat"
Posting Komentar